Lombok Barat, Mediajurnalindonesia.id- Pada sore yang cerah di Kedai Ranger, Jalan Bypass Gerung, Lombok Barat, sekelompok mahasiswa, pejabat, dan penggiat lingkungan berkumpul untuk menghadiri sebuah dialog publik yang digelar oleh Front Mahasiswa (FM) Lombok Barat dengan mengusung tema “Merangkai Sinergi: Pemerintah, Rakyat, dan Regulasi Tambang”, menjadi titik fokus diskusi yang hangat dan penuh makna. Dalam semangat memperjuangkan keadilan lingkungan, Front Mahasiswa (FM) Lombok Barat ingin mendalami isu-isu pertambangan yang kini menjadi sorotan utama di wilayah Lombok Barat, terutama terkait rencana legalisasi lahan pertambangan di Sekotong.

Ketua Umum FM Lombok Barat, Sopyan Hadi, mengawali acara dengan menyampaikan sambutannya yang berbobot. Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap kabar bahwa lahan pertambangan di Sekotong akan segera dilegalkan. “Kita perlu membahas ini secara inklusif dan konstruktif. Lingkungan kita adalah warisan bagi generasi mendatang, dan kita tidak boleh melalaikannya,” ungkap Sopyan,

Dalam diskusi tersebut, H. Husnan Wadi, S.H., M.H., Ketua Komisi II DPRD Lombok Barat, memberikan apresiasi kepada FM Lobar. Ia menyadari pentingnya peran mahasiswa dalam mengawasi isu-isu yang berkembang di masyarakat. “Sekalipun saya belum pernah terjun langsung ke lokasi tambang, saya paham betul dampak yang mungkin timbul jika pengelolaan tambang tidak berlandaskan pada prinsip keberlanjutan dan kepedulian terhadap lingkungan,” ucapnya. Kata-katanya berbunyi bijak: “Tanah air dan lingkungan harus kita jaga, supaya kita bisa mewariskannya kepada anak cucu kita di masa depan.”

Husnan dengan tegas menjelaskan bahwa semua kebijakan pemberian izin dan pengawasan pengelolaan tambang harus melibatkan masyarakat dan memperhatikan ekosistem. Ia pun mengingatkan filosofi yang menggugah: “Tanah yang kita tinggal di atasnya bukanlah warisan dari orang tua kita, tetapi titipan dari anak cucu kita yang wajib kita jaga dan lestarikan.”

Seiring dengan itu, Mukhsin Al-Husni, Dewan Komite FM Lombok Barat, menyampaikan pandangannya. Ia menyoroti dampak negatif yang ditimbulkan oleh pertambangan, baik yang legal maupun ilegal. “Dari perspektif lingkungan, pada dasarnya, tambang apapun akan merusak. Ini adalah isu yang tidak bisa kita abaikan. Mengelola sumber daya alam dengan bijak adalah tanggung jawab kita semua,” tegasnya. Lebih lanjut, Mukhsin juga mengekspresikan kekecewaannya terhadap dugaan keterlibatan pihak asing dalam pengelolaan tambang ilegal. “Di Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ini, seharusnya kita merayakannya dengan cara yang melindungi kemandirian dan kekayaan alam kita, bukan dengan membiarkan penjajahan dari luar,” soraknya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Lombok Barat, H. Lalu Najamudin, melalui Kepala Bidang Lingkungan Hidup, Muh. Puspaedy putra, menjelaskan bahwa meskipun wewenang pengelolaan tambang rakyat ada di provinsi, masih banyak kendala yang harus dihadapi. “Sayangnya, yang seharusnya hadir dalam dialog ini adalah Dinas ESDM dan instansi terkait lainnya. Kita perlu sinergi yang lebih kuat antar lembaga untuk mengatasi masalah yang ada,” ungkapnya.

Suasana di Kedai Ranger terasa hangat dan penuh harapan. Dialog publik ini bukan sekadar ajang bercerita, tetapi sebuah langkah nyata dalam merangkai sinergi antara pemerintah, rakyat, dan regulasi tambang. Semua peserta sepakat bahwa menjaga lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Mereka berharap, melalui kerjasama yang tulus dan dialog yang terus berlanjut, langkah-langkah konkret dapat diambil untuk mengamankan masa depan Lombok Barat yang lebih bersih dan berkelanjutan. Semangat yang menyala dari dialog ini bukan hanya sesaat, tetapi untuk masa depan yang lebih baik, dengan alam yang terjaga dan harmonis untuk generasi yang akan datang. (Ramli Mji)