Mataram.mediajurnalindonesia.id-Ketua Bhayangkari Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) Ny. Santi Hadi Gunawan menegaskan komitmennya dalam upaya pencegahan pernikahan dini melalui pendekatan edukasi dan pemberdayaan perempuan. Hal itu disampaikan dalam Hybrid Talkshow Webinar bertema “Stop Pernikahan Dini” yang digelar di Gedung Sasana Dharma Polda NTB, Kamis (2/10/2025).

Kegiatan yang dipandu oleh Ny. Heny Agus Purwanta ini menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Ketua Dekranasda Provinsi NTB Ny. Sinta M. Iqbal, PLT Wadir Krimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati, dan Ketua LPA NTB Joko Jumadi. Acara tersebut diikuti sekitar 800 peserta secara luring maupun daring.

Dalam sambutannya, Ny. Santi Hadi menyoroti maraknya kasus pernikahan anak di NTB yang berdampak pada putus sekolah, stunting, hingga kemiskinan.

“Harapan saya, anak-anak NTB bisa sekolah setinggi mungkin sesuai cita-citanya, dan tidak terhenti karena pernikahan yang terlalu dini. Mindset bahwa pernikahan dini adalah jalan keluar dari keterbatasan ekonomi harus diubah melalui kerja bersama lintas sektoral,” ujarnya.

Ia menambahkan, Bhayangkari juga berperan aktif melalui program pemberdayaan UMKM yang berjalan secara berjenjang dari tingkat pusat hingga ranting. “Semakin banyak perempuan yang berdaya secara ekonomi, semakin kuat pula daya tolak mereka terhadap praktik pernikahan dini,” tegasnya.

Ketua Dekranasda NTB, Ny. Sinta M. Iqbal, dalam kesempatan itu menyebut NTB berada di peringkat pertama kasus pernikahan dini di Indonesia, terutama pada anak perempuan usia di bawah 17 tahun.

“Jika anak-anak ini tidak melanjutkan pendidikan, pernikahan bukanlah solusinya. Karena itu, Dekranasda berkomitmen membuka pelatihan pengembangan wastra dan produk lokal agar remaja perempuan memiliki keterampilan dan tetap bisa berkarya,” katanya.

Sementara itu, PLT Wadir Krimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati menekankan pentingnya perlindungan hukum bagi anak dan perempuan yang menjadi kelompok rentan.

“Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan menimbulkan dampak yang sangat luas, baik secara fisik, psikologis, maupun ekonomi. Oleh karena itu, kolaborasi lintas sektor antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan organisasi masyarakat menjadi kunci untuk mencegah pernikahan dini sekaligus menekan angka kekerasan,” jelasnya.

Ketua LPA NTB, Joko Jumadi, menambahkan bahwa faktor ekonomi dan budaya masih menjadi penyebab utama pernikahan dini di NTB.

“LPA terus melakukan pendampingan bagi anak-anak korban maupun yang berisiko. Kami juga mendorong pemerintah daerah memperkuat kebijakan berbasis pencegahan, seperti pendidikan kesehatan reproduksi, akses pendidikan menengah yang merata, dan penyediaan lapangan kerja untuk keluarga rentan,” ungkapnya.

Melalui kegiatan ini, seluruh narasumber sepakat bahwa pencegahan pernikahan dini harus ditempatkan dalam kerangka besar pembangunan manusia, kesetaraan gender, dan kemandirian ekonomi. Bhayangkari NTB menegaskan dukungannya terhadap program pemerintah dalam menurunkan angka stunting, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta memperkuat peran perempuan dalam pembangunan daerah.(Ftr).