Ruang Menulis
Trending

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi

Oleh : Ria Fitria Rachimah

Mahasiswa S2 Magister Manajemen Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Mediajurnalindonesia.id – Suatu organisasi dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh kemampuannya mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan sangat ditentukan oleh kinerja organisasi yang sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal organisasi. Faktor eksternal adalah segala sesuatu yang berada di luar organisasi, namun mempunyai pengaruh besar terhadap organisasi dan budayanya.

Kecenderungan global yang semakin kompetitif berpengaruh kuat terhadap budaya organisasi. Apabila kita tidak mampu merespons pengaruh global akan berdampak pada kesulitan organisasi. Demikian pula kecenderungan pertumbuhan demografis, sosial, ekonomi dan politik di dalam negeri berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Faktor internal organisasi di samping didukung oleh sumber daya yang diperlukan untuk mewujudkan kinerja organisasi, maka yang sangat besar peranannya adalah budaya organisasi yang dianut segenap sumber daya manusia dalam organisasi.

Budaya dalam suatu organisasi baik organisasi pemerintahan maupun swasta mencerminkan penampilan organisasi, bagaimana organisasi dilihat oleh orang yang berada di luarnya. Organisasi yang mempunyai budaya positif akan menunjukkan citra positif pula, demikian pula sebaliknya apabila budaya organisasi tidak berjalan baik akan memberikan citra negatif bagi organisasi. Budaya organisasi tumbuh melalui proses evolusi dari gagasan yang diciptakan oleh pendiri organisasi dan kemudian ditanamkan kepada para pengikutnya. Budaya organisasi tumbuh dan berkembang dilakukan dengan menanamkan pada anggota organisasi melalui proses pembelajaran dan pengalaman.

Pengembangan dan perubahan organisasi sama dengan perubahan budaya. Gagasan tentang organisasi dikaitkan dengan sistem dan proses. Sedangkan gagasan budaya dikaitkan dengan orang dan hubungannya. Organisasi dan budaya seperti dua sisi mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Kombinasi dari keduanya menjadi budaya organisasi. Gagasan manajemen budaya adalah memastikan bahwa budaya terorganisasi dengan baik dan organisasi yang bersifat manusiawi. Manusia dalam mencapai tujuannya dilakukan melalui organisasi. Organisasi dijalankan melalui manajemen yang selalu disesuaikan dengan perkembangan budaya.

Budaya organisasi perlu dikembangkan sesuai dengan perkembangan lingkungan dan kebutuhan organisasi. Perkembangan organisasi harus diarahkan pada terciptanya achievement culture, yaitu tipe budaya yang mendorong dan menghargai kinerja orang. Achievement culture menekankan pada pekerjaan yang dilakukan daripada sekedar peran. Orang akan menyilangkan peran untuk membuat pekerjaan berjalan, dan menukar tanggung jawab apabila diperlukan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing anggota organisasi, baik pimpinan maupun bawahan.

Budaya organisasi dapat beragam karena bervariasinya sumber daya manusia, baik dilihat dari segi gender, umur, ras, suku, tingkat pendidikan, pengalaman maupun latar belakang budayanya. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan pengelolaan keberagaman budaya (diversity management). Organisasi harus mampu mengelola keberagaman dengan mengubah dari sifatnya sebagai hambatan menjadi sebuah kekuatan budaya organisasi. Artinya, setiap individu memiliki karakter yang berbeda-beda dalam melakukan unjuk kerja, maka keberagaman tersebut disatukan dalam misi dan visi organisasi. Adanya kesesuaian dan keteraturan dalam sistem organisasi yang mengarah pada satu tujuan, maka budaya organisasi masing-masing individu mengambil peran sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.

BACA JUGA   Ummi Rohmi dan Harapan Perempuan NTB

Kondisi lain mengisyaratkan bahwa perkembangan organisasi seringkali menuntut pemahaman tentang kenyataan terjadinya bauran antara dua atau lebih budaya organisasi. Bauran antarbudaya dapat terjadi karena adanya dua organisasi dengan budaya berbeda bergabung, atau dapat pula terjadi perkembangan organisasi memerlukan sumber daya dengan latar belakang budaya berbeda dengan budaya organisasi induknya. Kondisi tersebut diperlukan penanganan dengan pendekatan manajemen antarbudaya atau manajemen antar kultural (multicultural management).

Budaya adalah pola semua susunan yang dipakai masyarakat sebagai cara tradisional dalam pemecahan masalah mereka, Krech (dalam Moeljono, 2005: 9). Budaya sebagai cara tradisional selalu diuji ketangguhannya oleh perubahan masa. Ketangguhan budaya dilihat dari kemampuannya mengikat komunitasnya tetap survive menghadapi perubahan. Menurut Peursen (dalam Moeljono, 2005: 72), budaya adalah strategi untuk bertahan hidup dan menang. Indikator “bertahan hidup dan menang” menyeleksi lahirnya suatu komunitas yang maju atau terbelakang.

Menurut Suparlan (1986), setiap golongan suku bangsa atau etnik mempunyai seperangkat kebudayaan yang melekat pada identitas suku bangsa atau etnik tersebut, yang sewaktu-waktu bila diperlukan dapat diaktifkan sebagai simbol-simbol untuk identifikasi dan menunjukkan adanya batas-batas sosial dengan golongan suku bangsa atau etnik lainnya dalam interaksi. Kebudayaan merupakan adat istiadat yang menyangkut nilai-nilai, norma-norma, dan kebiasaan-kebiasaan dalam hidup seharihari yang dianut oleh sekelompok orang dan berfungsi sebagai pedoman tingkah laku (Munn, 1962).

Ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat dianggap sebagai kultural universal, yaitu : (1) peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transfor dan sebagainya), (2) mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya), (3). sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan), (4) bahasa (lisan maupun tulisan), (5) kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya), (6) sistem pengetahuan, dan (7) religi (sistem kepercayaan) (Kluckhohn, 1962).

Kebudayaan adalah konteks di mana manusia berelasi satu dengan yang lain. Budaya adalah konteks mengatur relasi itu sendiri sehingga manusia saling menopang, bergotong-royong untuk menciptakan suatu sistem masyarakat yang penuh dengan cinta kasih. Suatu sistem masyarakat yang saling mendukung. Salah satu definisi budaya adalah suatu tatanan nilai/adat istiadat, yang mengatur kehidupan. Tapi, antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok lain, budayanya bisa berbeda, karena budaya sangat berkaitan dengan pengalaman hidup suku itu, dan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan seperti letak geografis, dan sebagainya. Budaya yang tinggi akan menghasilkan nilai hidup yang tinggi.

BACA JUGA   Opini : Dikbudpora Darurat Pungli, Bupati “Tutup Mata” Kadis “Tak Layak Jadi Sekda”

Nilai merupakan sesuatu yang abstrak sehingga sulit untuk dirumuskan ke dalam suatu pengertian yang memuaskan. Beberapa ahli merumuskan pengertian nilai dari beberapa perspektif yakni perspektif antropologis, filsafat dan psikologis. Secara antropologis Kluckhon (1962) mengemukakan nilai merupakan suatu konsepsi yang secara eksplisit dapat membedakan individu atau kelompok, karena memberi ciri khas baik individu maupun kelompok.

Secara filosofis, Spranger (1978) menyamakan nilai dengan perhatian hidup yang erat kaitannya dengan kebudayaan karena kebudayaan dipandang sebagai sistem nilai, kebudayaan merupakan kumpulan nilai yang tersusun menurut struktur tertentu. Nilai hidup adalah salah satu penentu kepribadian, karena merupakan sesuatu yang menjadi tujuan atau cita-cita yang berusaha diwujudkan, dihayati, dan didukung individu. Menurut Spranger (1978) corak sikap hidup seseorang ditentukan oleh nilai hidup yang dominan, yaitu nilai hidup yang dianggap individu sebagai nilai tertinggi atau nilai hidup yang paling bernilai.

Pengertian nilai dari perspektif psikologis dikemukakan Munn (1962) bahwa nilai merupakan aspek kepribadian, sesuatu yang dipandang baik, berguna atau penting dan diberi bobot tertinggi oleh seseorang. Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menganggap bahwa menolong itu memiliki nilai baik. Nilai sosial sebagai suatu perbuatan atau tindakan yang oleh masyarakat dianggap baik. Nilai sosial dalam setiap masyarakat tidak selalu sama, karena nilai pada masyarakat tertentu dianggap baik tapi dapat dianggap tidak baik pada masyarakat lain.

Orang akan memandang segala sesuatu dengan kacamata nilai hidup yang dihargainya paling tinggi atau dominan itu, sehingga nilai hidup yang lain yang berasal dari pengertian kebudayaan secara luas, akan diwarnai juga oleh nilai hidup yang dominan itu.

Spranger (1978) menggolongkan adanya enam lapangan nilai, yaitu: (1) lapangan nilai yang bersangkutan dengan manusia sebagai individu, meliputi lapangan pengetahuan, lapangan ekonomi, lapangan kesenian, dan lapangan keagamaan, dan (2) lapangan nilai yang bersangkutan dengan manusia sebagai anggota masyarakat, yaitu: lapangan kemasyarakatan, dan lapangan politik. Pengertian nilai dari perspektif psikologis dikemukakan Munn (1962) bahwa nilai merupakan aspek kepribadian, sesuatu yang dipandang baik, berguna atau penting dan diberi bobot tertinggi oleh seseorang. ***

Artikel Lainnya

Back to top button