Lombok Timur. Mediajurnalindonesia.id-Aliansi Pemuda Aktivis Nusa Tenggara Barat ( ALPA- NTB) unjuk rasa ke Dinas Lingkungan Hidup (LHK) Propinsi NTB dan Komisi Ombudsman NTB dinilai pengurus Kelompok Tani Hutan (KTH) Pink Lestari, Jerowaru Lombok Timur diduga ada kepentingan.Selain itu, tuntutan untuk mencopot Kepala Dinas LHK Propinsi NTB dan membuat isu melakukan Pungutan Liar (Pungli),itu tidak mendasar.
Ketua Pengurus KTH Pink Lestari, Ahmad Turmudzi, tuntutan para aktivis itu tidak beralasan dan cenderung dipaksakan bahkan terlalu mengada-ada.
Seperti apa yang disampaikan tentang pungli itu tidaklah benar tuturnya, Turmudzi di nilai sangat dipaksakan dan tidak mendasar sama sekali. Perlu diketahui, sesuai proses pendirian KTH Pink Lestari maupun kegiatan di lapangan sudah sesuai dengan Permen LHK No. P 83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial serta aturan – aturan lain yang mengikat tentang kegiatan KTH Pink Lestari.
“Silakan dicermati jika KTH Pink Lestari tidak memiliki dasar hukum, kalau ada yang mengatakan demikian kami siap tunjukkan,” jelas Turmudzi kepada awak media pada Jum’at, (31/3).
Dari isu pungli yang dijadikan salah satu aksi ALPA NTB, KTH Pink Lestari juga membantah keras pungutan di area kawasan tersebut sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dari hasil retribusi ada bagian-bagiannya yang didapatkan sesuai bagi hasil yaitu untuk KTH Pink Lestari memperoleh bagian 70 persen, 25 persen untuk KPH/pemerintah provinsi sebagai retribusi ke daerah dan juga 5 persen untuk PADes Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru Lombok Timur jelasnya ketuabKTH Pink Lestari.
“Pembagian itu sudah di atur dalam Naskah Kesepakatan Kerjasama (NKK) sebagaimana yang diatur dalam Permen LHK nomor P. 83 tahun 2016 tersebut,” imbuhnya Tarmudzi.
Disampaikan, besaran pungutan retribusi Rp. 7.500 sebagai harga tiket masuk kunjungan ke wisata alam pantai pink. Tarif itu diperuntukkan bagi pengunjung lokal per orangan sesuai Perda Nomor 5 tahun 2018 tentang Retribusi Daerah.
Selain itu, tarif Rp. 5.000 per orang atau satu rombongan minimal 5 orang ditarik untuk pengunjung lokal. Sedangkan untuk anak-anak tidak dipungut biaya. Demikian pula retribusi parkir bagi roda dua sebesar Rp. 5000/ motor dan roda 4 Rp. 10.000/mobil.
“Daftar harga tiket masuk dan retribusi parkir sudah tertera dalam aturan. Jadi, tidak benar kalau Rp. 25.000 seperti di tudukan oleh pihak ALPA -NTB,” bantahnya.
Turmudzi mungkin menafsirkan jika harga tiket Rp. 25.000 itu untuk pengunjung asing perorangan bukan, sementara untuk pengunjung asing rombongan hanya Rp. 15.000. “Tarif tiket tersebut sudah sesuai dengan Perda No. 5 tahun 2018,” tandasnyaTurmudzi.
KTH Pink Lestari sebagai mitra KPH Rinjani Timur tidak mungkin menetapkan harga tiket sendiri diluar dari ketentuan yang dudah ada.
Lebih jauh Turmudzi mengungkapkan tentang fasilitas kenyamanan pengunjung di kawasan wisata pantai Pink. Hingga saat ini, KTH Pink Lestari belum dapat mengembangkan kawasan tersebut sebagai lokasi tujuan wisata andalan.
Persoalan, terkendala dengan sengketa yang hingga kini belum bisa teratasi. lantaran SHM 704 masih belum memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Kami berupaya semaksimal dalam pengelolaan pantai pink seperti membersihkan sampah, menanam pohon di area yang kelola KTH Pink Lestari sehingga lebih aman dikunjungi,” ujar Turmudzi.
Untuk kebersihan di kawasan pantai Pink, Turmudzi menyebutkan telah mempersiapkan petugas kebersihan pagi dan sore setiap harinya. Dia memaklumi, jika sampah dan limbah yang terdapat di pantai pink dan sekitarnya merupakan sampah kiriman yang adanya pada musim-musim tertentu.
“Terkadang kami kewalahan dengan adanya sampah di sekitaran kawasan pantai Pink yang jumlahnya berton-ton. Sehingga kami ekstra kerja keras untuk membersihkannya,” ucap ketua
Turmudzi mengajak berbagai pihak untuk menghindari terjadinya perselisihan yang justru dapat menghambat sektor pariwisata di NTB, khususnya di Lombok Timur.(red)