DaerahRagam InformasiRuang Menulis

Dampak Kesetaraan Gender Terhadap Kerukunan Rumah Tangga

Mediajurnalindonesia.id-

Penulis : Hajidi
Mahasiswa Pascasarjana UIN Mataram

Tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah tindakan yang menyebabkan penderitaan atau kesengsaraan pada seseorang dalam lingkup rumah tangga. KDRT dapat berupa kekerasan fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga. KDRT dapat terjadi antara dua orang yang terikat dalam hubungan pernikahan atau anggota keluarga lain, seperti anak, mertua, menantu, ipar, dan besan.

KDRT juga dapat terjadi pada orang yang bekerja membantu pekerjaan rumah tangga. KDRT merupakan perbuatan melanggar hak asasi manusia yang dapat dikenakan sanksi hukum pidana maupun hukum perdata. Singkatnya KDRT adalah perbuatan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain terkhusus perempuan yang masih dalam lingkup rumah tangga dengan maksut menyakiti baik secara fisik maupun secara mental atau psikis.

Menurut analisis saya terhadap podcast Ngobrol Asix (Asyanti dan Venna Melinda) yang saya tonton, kekerasan di dalam rumah tangga (KDRT) dapat disebut kekerasan pasangan dimana tindakannya ini meliputi pelecehan verbal dan emosional fisik terhadap seseorang.

Kekerasan ini dianggap sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga. Akan tetapi kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi ke semua jenis kelamin atau gender, ras, usia dan orientasi seksual.

Kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga menyebabkan sejumlah dampak negatif seperti masalah kesehatan fisik dan mental jangka panjang terhadap korban yang umumnya anak-anak dan perempuan. Secara fisik luka yang kemungkinan terjadi adalah luka, memar, gegar otak, patah tulang, luka dalam, kerusakan organ, kehilangan pendengaran dan penglihatan, radang sendi, cacat permanen dan luka lainnya akibat benda- benda tajam.

Sanksi terhadap KDRT diatur dalam Pasal 44-53 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 ini tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga pada Pasal 44 ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)” dan ayat (4) yang berbunyi “Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)”.

BACA JUGA   Polres Lombok Tengah Siap Sukseskan Event (PGAWC) Paragliding Accuracy World Cup 2023

Sebab atau faktor terjadinya KDRT yang dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya diantaranya adalah adanya budaya patriaki yang masih mengakar kuat dikalangan masyarakat. Masyarakat menganggap bahwa laki-laki adalah sosok paling kuat serta dominan dalam segala urusan, baik dalam urusan rumah tangga maupun urusan di luar rumah tangga (di lingkungan masyarakat). Selain itu disebabkan oleh adanya himpitan ekonomi keluarga yang sering menimbulkan pertengkaran yang berujung dengan tindakan KDRT, adanya himpitan masalah kota besar yang memicu stress yang berlebihan serta kondisi lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan KDRT, dan tekanan pekerjaan yang berat yang mendorong tingginya tempramental seorang yang jika tidak bisa dikendalikan akan melakukan sesuatu hal yang tidak di inginkan seperti melakukan KDRT terhadap pasangannya sebagai pelampiasannya. Adanya tindak kekerasan tersebut dilatarbelakangi oleh banyak faktor diatas.

Pertama, adanya sikap tempramental sebagai akibat dari pemikiran yang berkepanjangan dan mendalam tentang suatu masalah yang dapat memicu kemarahan. Kemarahan yang disertai tindakan fisik meningkatkan dan memunculkan risiko kekerasan.

Kedua, penyalahgunaan zat atau obat-obatan terlarang. Adanya keterkaitan antara tindakan kekerasan dan pengguna obat terlarang, yakni dimana pelaku tindak kekerasan biasanya terlalu banyak mengkonsumsi zat terlarang yang menimbulkan hilangnya kesadaran si pelaku, sehingga pelaku melakukan tindak kekerasan tanpa disadarinya.

Ketiga, menyaksikan kekerasan keluarga. Biasanya perilaku kekerasan oleh pelaku disebabkan pengalaman pada masa lalu yang pernah melihat atau bahkan pernah menjadi korban tindak kekerasan sehingga hal tersebut membuatnya menjadi trauma dan melakukan hal serupa kepada orang lain.

Keempat, ideologi gender. Hal ini berkaitan dengan sudut pandang bahwa laki-laki adalah kepala keluarga yang memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk mempertahankan dominasi. Sehingga ketika istri atau anggota yang lain tidak menerima keputusan yang dikeluarkan pelaku membuat pelaku merasa tidak dihormati dan melukai harga dirinya yang sebagai kepala keluarga. Membuat pelaku marah dan emosi yang tidak terkontrol sehingga membuatnya melakukan tindak kekerasan.

BACA JUGA   Kemeriahan Olah Raga Bersama TNI - Polri Warnai Hari Bhayangkara ke 78

Menurut Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga Pasal 14 setiap anggota keluarga dalam penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a berhak untuk “mendapatkan perlindungan, untuk menjaga keutuhan, ketahanan, dan kesejahteraan keluarga”.

Jadi saya dapat menyimpulkan bahwa kekerasan merupakan suatu tindakan menyakiti orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung yang menimbulkan penderitaan bagi korban yang dimana kekerasan ini ditimbulkan oleh banyak faktor. Kekerasan dalam rumah tangga termasuk dalam tindak kejahatan yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi korban. Dampak negatif yang dirasakan oleh korban kekerasan yakni dampak baik secara fisik, mental maupun psikis. Umumnya korban yang mengalami tindak kekerasan akan merasakan gangguan psikis karena tindak kekerasan yang pernah di alaminya membuatnya trauma berat sehingga mengganggu kesehatan psikisnya. Kekerasan tersebut tidak hanya terlihat secara fisik, akan tetapi menyebabkan penderitaan yang mendalam secara mental untuk jangka panjang. Motif terjadinya tindak kejahatan ini biasanya karena ketidakharmonisan dalam hubungan keluarga, kurangnya komunikasi, permasalahan ekonomi, perselingkuhan, penggunaan obat-obat terlarang, kurangnya kedekatan kepada Sang Pencipta dan sebagainya.

Tindak kekerasan dalam rumah tangga bukanlah hal yang asing lagi dan maraknya terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan tidak hanya dalam rumah tangga, kekerasan kerap juga terjadi ditempat-tempat umum, seperti pencuri yang dipukuli massa dan banyak lagi. Tindak kekerasan dalam rumah tangga hingga saat ini merupakan tindak kejahatan yang paling sering dilaporkan karena tidak hanya berdampak pada fisik maupun mental, bahkan ada yang sampai kehilangan nyawanya. Tindak kekerasan dalam rumah tangga tidak akan pernah bisa hilang, karena hal ini terjadi dalam unit terkecil dalam masyarakat yakni keluarga.(red)

Artikel Lainnya

Back to top button